Legal Advice: +61 8 7325 0080

 Diaspora Legal

Equity, Prosperity and Dispute Resolution Across Borders

Tata Kelola Perusahaan

Studi Internasional menunjukkan bahwa jika model kedudukan pemegang saham dari tata kelola perusahaan telah ditandai di Amerika Serikat, dan oleh dugaan Australia, sebagai paradigma yang dominan, hal tersebut tidak akan bisa diterima secara universal di negara manapun [1].

The shareholder primacy model is an Orwellian slogan which owes the equation of the “best interest of the shareholders” with “the best interests of the company” to a particular economic cohort arising out of the Chicago School of Economics[2]. In its double-speak characteristics it ranks with “all people are men” and “Australia was discovered by Captain Cook”.

Model kedudukan pemegang saham merupakan slogan Orwellian yang mengambil ungkapan " keuntungan terbaik bagi pemegang saham" dengan keuntungan terbaik bagi perusahaan kepada kelompok ekonomi tertentu yang awalnya dicetuskan di Sekolah Tinggi Ekonomi Chicago[2]. karekteristik rancu ini didasarkan pada "semua orang adalah pria" dan "Australia ditemukan oleh Kapten Cook".

Mengapa hal ini disebut sebagai anggapan atas keuntungan bagi perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham. tetapi tidak untuk memberikan kontribusi dana kepada kelestarian lingkungan kata gerakan Sekolah Tinggi  Ekonomi Chicago daripada yang dipraktekan tentang tata kelola perusahaan.

Ketidakbenaran paradigma ini bisa dibuka, tidak hanya melalui referensi atas kurang universalnya hal tersebut, tetapi dengan mengenali bahwa sebuah perusahaan merupakan sebuah fenomena yang mendadak[3]. Bintang bukanlah Hidrogen, gundukan rayap bukanlah raya-rayap; dan bahasa bukanlah kata-kata. Perusahaan tidak bisa berdiri tanpa adanya saham secara keseluruhan[4].

Sebagai suatu fenomena yang mendadak, sebuah perusahaan harus ada dalam sebuah ekosistem. Kepemilkan saham mungkin merupakan fitur yang dominan bagi banyak perusahaan, tetapi tidak hanya perlu untuk keberadaan sebuah perusahaan, hal ini tidak cukup. Perusahaan tanpa pemegang saham merupakan spesies yang tidak bisa ditemukan. kebutuhan dari perusahaan akan murni tergantung pada ligkungan, mekanismenya dalam mengatur tata kelola, dan apa yang perlu diberikan kembali untuk ekosistem dimana perusahaan itu berada agar bisa berjalan seterusnya.

Alasan mengapa pertimbangan tentang keuntungan pemegang saham bisa lebih jauh dari pemegang saham yang penjelasan aslinya terdapat pada kontrak soisal di mana para pemegang saham diberikan kewenangan khusus di abad ke-19. Salomon v. A. Salomon & Co. Ltd. (1897) AC 22 merupakan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat yang menyetujui pembatasan kepemilikan saham. Pada intinya, kontrak sosial yang memperbolehkan perusahaan untuk menjamin hak-hak istimewa dan membatasi hak-hak istimewa tersebut. Keaslian dan perpanjangan dari hak istimewa dan kekebalan tersebut  merupakan suatu masaah pada pemerintahan sosial , tetapi di dunia yang beradab,  Si pemilih harus mencari kebijakan yang paling tepat untuk mengatur diri mereka sendiri. Hal tersebut merupakan salah satu unsur penting terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.

Unsur penting kedua tanggung jawab sosial perusahaan muncul pada usia perkembangan ekonomi dan internasional yang bisa kita temukan pada diri kita sendiri. Hal tersebut mencakup ke dalam gagasan "keseimbangan"" dan perwujudan yang berkembang dan mengukur pertumbuhan ekonomi tidak mengambil peran yang tepat pada ekonomi eksternal sebagai degradasi sosial atau kepayahan dalam sumber yang tidak bisa diperbaharui. Kontrak sosial menjadi lebih baik bagi suatu tempat dimana masyarakat pada secara umum tidak akan bertoleransi terhadap perusahaan yang mencocokan faktor eksternal untuk menambahkannya ke nilai pemegang saham tanpa menempatkan kembali sesuatu. Perjanjian internasional bergerak ke arah menyebutkan kontribusi karbon terhadap atmosfir menciptakan ilustrasi yang baru terjadi.

Ini merupakan konteks di mana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan harus dilihat agar menjadi perusahaan yang berhasil mempraktekan teori tata kelola perusahaan yang berhasil tersebut. Ini bukanlah amal; bukanlah mubazir; bukan demi seni; tetapi merupakan sebuah metodologi tepat yang diarahkan langsung kepada kesehatan dan penyelamatan perusahaan sebagai akibat dari keputasan yang baik di dunia yang luas dan berkembang.

 


[1] Francis, Dr Ivor, Future Direction – The Power of the Competetive Board FT Pitman Publishing Melbourne 1997 p 354

[2] New Thinking On “Shareholder Primacy” Lynn A. Stout

[3] An emergent phenomenon is something which behaves differently than explained by its constituent parts

[4] An example is the Burnside Primary School which is a body corporate pursuant to s83 of the Education Act 1972 (South Australia), other examples are eleemosynary organisations